Jumat, 26 Maret 2021

Jodoh Dalam Hindu: Ini 5 Pura Di Percaya Untuk Memohon Jodoh

 

Jodoh Dalam Hindu: Ini 5 Pura Di Percaya Untuk Memohon Jodoh

Hampir 100% masyarakat Indonesia memiliki keinginan untuk menikah, menjalani kehidupan dengan pasangan dan ingin memiliki generasi penerus. 

Namun, kendalanya saat ini adalah susahnya mencari pasangan yang sesuai dan menerima dengan hati yang murni, dari sebab itu banyak sekali para jomblo yang mengharapkan memiliki pasangan/jodoh yang bisa menerima apa adanya. Di artikel ini saya menulis tentang 5 pura yang diyakini dan dipercayai untuk memohon jodoh di Bali yang mana sesuai petunjuk Ratu Sesuhunan, oke langsung saja kita check it out:

5 Pura di Bali di Diyakini atau Dipercaya Memohon Jodoh yang Sesuai Petunjuk Sesuhunan 

1. Pura Puncak Sari

5 Pura di Yakini atau Dipercaya Untuk Memohon Jodoh di Bali

Berlokasi di Banjar Anyar, Desa Senganan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Letaknya yakni di kaki Gunung Batukaru.Pura ini ditemukan oleh seseorang yang bernama Pan Rumrum sewaktu Kerajaan Tabanan masih berjaya. Di pura ini, banyak pemedek yang memohon perlindungan, juga memohon jodoh dan konon terbukti, mereka yang bertemu di sini akhirnya berjodoh dan menikah.

2. Pura Peneduhan

5 Pura di Yakini atau Dipercaya Untuk Memohon Jodoh di Bali

Keberadaan Pura Peneduhan berlokasi di Banjar Sanggulan, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Pura Peneduhan ini diempon oleh 65 kepala keluarga yang tersebar di Banjar Sanggulan, Banjar Demung, dan Gerokgak Gede, Tabanan seperti Pemaksan. Beberapa orang juga meyakini bahwa Pura Peneduhan merupakan tempat untuk memohon keturunan ataupun pasangan, dan konon terdapat beberapa orang sudah membuktikannya.

3. Pura Tirta Sudamala Buleleng

5 Pura di Yakini atau Dipercaya Untuk Memohon Jodoh di Bali

Pura ini letaknya tak jauh dari Kampus Tengah Undiksha. Lokasi persisnya yakni di Jl. Teratai, Banyuasri, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali. Banyak yang datang ke pura ini untuk memohon jodoh, kesehatan, keselamatan, dan bahkan memohon agar diberi jabatan

4. Pengayengan Ratu Niang

5 Pura di Yakini atau Dipercaya Untuk Memohon Jodoh di Bali

Pengayengan Ratu Niang ini terletak di Denpasar, tepatnya di Jalan Kumbakarna, Denpasar. Pengayengan Ratu Niang ini berbentuk patung pendeta wanita dan letaknya sangat dekat dari Pasar Wangaya. Konon di sini banyak orang yang memohon agar mendapatkan jodoh dengan menghaturkan persembahan berupa sirih dan tembakau.

5. Pura Teluk Terima 

5 Pura di Yakini atau Dipercaya Untuk Memohon Jodoh di Bali

Pura ini dikenal dengan kisah cinta Jaya Prana dengan Layonsari sehingga disebut pula dengan Pura Jaya Prana. Letaknya di tengah kawasan Taman Nasional Bali Barat, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng.  Di pura ini, banyak pemuda-pemudi yang tangkil dan berharap agar mendapatkan jodoh. Bagi sepasang kekasih yang tangkil juga berharap agar hubungan cinta mereka dapat terjalin abadi.

Mungkin Anda yang sudah lama sendiri bisa tangkil ke salah satu Pura ini, semoga cepat dapat jodoh, astungkara.

Rabu, 24 Maret 2021

Numitis Jadi Lintah. Dosa Selingkuh Menurut Hindu Bali Tak Ada Tirta Penglukatan (Alm Ida Pedanda Made Gunung)

 

Numitis Jadi Lintah. Dosa Selingkuh Menurut Hindu Bali Tak Ada Tirta Penglukatan (Alm Ida Pedanda Made Gunung)
Banyak video dari alm Ida Pedanda Gunung yang membuat kita berpikir untuk berbenah menjadi baik, dan banyak pula orang-orang yang tak berubah malah semakin tua semakin kacau, terutama dalam rumah tangga dimana semakin berumur kelakuan mereka semakin menjadi-jadi. 

Ini sengaja saya tulis kembali tentang Dosa Memitra/selingkuh menurut Hindu Bali, yang saya kutip dari Dharma Wecana Alm Ida Pedanda Gunung. Bagi yang membaca tulisan ini dan melakukan hal yang tidak baik untuk orang lain segeralah berbenah dan berubah, jika Anda memang mengerti dan beragama Hindu. Atau mau memilih saat renhkarnasi di kehidupan nanti ingin jadi lintah? Atau karma buruk yang datang menimpa! Percayalah Karma itu ada, walau tak datang hari ini. 

Dosa selingkuh Menurut Hindu Bali 

Siapapun Anda yang terjerumus dalam dunia gelap perselingkuhan dan melukai hati orang lain... Ingat, jika sampai akhir ayat tak ada perubahan dan berbenah dalam perbaikan moral, dalam kehidupan nanti siap-siaplah renhkarnasi menjadi makhluk rendah (lintah). Sangat sulit untuk menjelma kembali menjadi manusia. 

Dan dalam Dharma Wecana Ida Pedanda Gunung, Ida juga menjelaskan tidak ada satupun mantra dari lontar yang beliau baca tentang melebur dosa selingkuh dari 125 lontar yang ada. 

Jadi, mau berubah atau tetap ingin menyakiti hati orang lain dan numitis jadi lintah? Apapun itu, Anda yang menentukan... Karma - Dharma Anda sendiri. 

Selasa, 23 Maret 2021

Jangan Terlalu! Ini Bagian Hak Waris Wanita Dalam Hindu

 

Jangan Terlalu! Ini Bagian Hak Waris Wanita Dalam Hindu
Perkembangan kehidupan yang kian maju tidak membuat kedudukan wanita setara dengan pria. Bahkan di Bali, dalam sistem pewarisan, masih ada diskriminasi. Ada pandangan di masyarakat Hindu, khususnya di Bali, yang menganggap anak pria saja yang berhak mewaris.

Namun jika diperhatikan lebih jauh pasal-pasal hukum Hindu mengenai warisan, ternyata masih ada ketentuan lain yang memungkinkan anak wanita sebagai pewaris. Dalam Manawa Dharmasastra IX. 127-139 diuraikan bahwa anak wanita juga berhak sebagai pewaris, yaitu : 

a. Jika anak wanita itu diangkat statusnya ke status pria (putrika), anak itu akan berhak sebagai pewaris seperti anak pria.  

Hal ini terkait dengan upacara sraddha (pitra yajna). Upacara ini secara tradisi dilakukan oleh anak pria, tetapi jika tidak ada anak pria dalam keluarga, perubahan status dari anak wanita ke status pria dianggap perlu dilakukan.

Jadi perubahan status ini bukan karena warisan. Demikian juga untuk meneruskan keturunan. Jika keluarga tidak mempunyai keturunan pria sebagai penerus, orang tuanya dapat merubah status anak wanitanya. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi bentuk perkawinannya yaitu patrional menjadi matrional.

b. Anak wanita yang belum kawin harus diberi warisan sebesar seperempat bagian perolehan anak pria. 

Norma ini diuraikan dalam Manawa Dharmasastra IX. 118, yang pada hakekatnya hal itu dianggap memberikan kedudukan bagi anak wanita untuk memperoleh haknya secara pasti asalkan anak itu belum kawin saat pembagian warisan. Anak wanita yang sudah kawin dianggap "keluar".

Sebab itu dia tidak berhak memperoleh perolehan itu, kecuali harta pemberian yang diberikan kepada pewaris, baik sebelum kawin maupun sebagai hadiah perkawinan; atau diperoleh dari saudara-saudaranya.

c. Ibu dan nenek (wanita) bisa menjadi pewaris. 

Dalam Manawa Dharmasastra IX. 217. yo. 257 disebutkan, wanita sebagai pewaris, yakni ibu sebagai pewaris; jika anaknya meninggal tanpa turunan. Jika Si ibu tidak ada (meninggal) maka harta warisan akan diwarisi neneknya.

Maka dapat dikatakan, ada dua pendapat hukum dalam bidang pewarisan Hindu. Pertama, pendapat bahwa wanita tidak berhak mewaris. Kedua, pendapat anak wanita juga berhak mewaris sebagaimana anak pria lainnya, hanya besaran perolehannya tidak sama. Dalam Manu Smerti, bab IX. 105 di sebutkan kekuasaan diberikan orang tua kepada anak pria tertua sebagai penggantinya. Adik-adiknya harus tunduk pada kakaknya itu sebagaimana mereka tunduk pada orang tuanya ketika masih hidup.

Hal itu harus ditafsirkan bahwa kedudukan anak tertua sebagai pengganti orang tua; ia sebagai pemegang kuasa. Dalam hukum adat Bali ini disebut hukum mayorat (kebapaan).

Dalam bab IX. 104 dan 111 diuraikan, untuk kebahagiaan maka harta benda harus dibagi. Kekuasaan dapat diberikan kepada anak pria lainnya yang lebih muda. Jika sifat anak sulung itu meragukan, orang tua berkuasa menentukan kepada siapa yang akan mengurus harta benda tersebut kelak setelah ia meninggal.

Dalam hukum Hindu berbagi warisan atau tidak, tergantung atas kemanfaatannya. Jika dengan berbagi itu akan lebih bermanfaat bagi anggota yang berhak, berbagi itu akan lebih baik daripada tidak berbagi. Jadi asas mayorat tidaklah mutlak. Manu Smerti IX. 139, menguraikan asas parental juga berlaku dalam pembagian waris. Diuraikan, anak cucu dari anak pria maupun cucu dari anak wanita, tidak ada perbedaan, karena cucu dari anak wanita itupun akan menyelamatkan dirinya seperti halnya cucu dari anak pria.

Hukum Hindu dalam warisan tidak menganut asas manunggal, melainkan masih memungkinkan berlaku kedua asas kekeluargaan itu. Tidak semua harta warisan bisa dibagi, sebab dikenal berbagai jenis harta yaitu harta warisan yang tidak boleh dibagi (harta pusaka yang bernilai ekonomi atau tidak seperti tempat suci, benda-benda sakral). Harta warisan yang boleh dibagi adalah harta warisan berwujud dan harta warisan tidak berwujud, yakni semua harta warisan yang dibawa dalam perkawinan. Juga ditegaskan harta bapak yang diwariskan kepada anak pria sedangkan harta ibu diwariskan kepada anak wanita. 

Terhadap harta bapak yang dibawa ke dalam perkawinan, baik pusaka atau tidak, anak wanita berhak mewarisinya saat ia masih gadis, jika terjadi pembagian waris, walaupun hanya seperempat bagian anak pria.

Tetapi jika anak wanita kawin, pembagian itu berdasarkan sukarela. Perlu dipahami, perkawinan dalam Hindu menempatkan istri sebagai yang tak terpisahkan dari suami. Itu berarti apa yang diwarisi atau dimiliki suami adalah juga hak dan milik istri. Harta waris yang berfungsi sebagai penanggung beban, sepatutnya tidak diberikan pada anak wanita yang kawin (bukan sentana rajeg).

Selama ini sering orang salah menilai kedudukan wanita Bali. Umumnya kedudukan wanita Bali baik yang sudah kawin maupun belum, tidaklah hina dalam kekeluargaan yang bersifat kebapaan.

OM Shanti.

Wanita yang Hebat adalah Wanita Pekerja Keras! Dan Tak Berharap Dari Hasil Suami dan Warisan Sang Mertua

 Mengapa wanita perlu mandiri finansial?

payanadewa.com

Wanita setelah menikah, menjadi orang lain di rumah kelahirannya sendiri, menjadi orang asing di rumah keluarga suami.

Di rumah orang tua yang melahirkan kehilangan HAK dan di rumah keluarga suami tidak benar-benar punya HAK. Sehingga, kemandirian, ketabahan sangat dituntut.

Wajah yang begitu cantik dan imut-imut seperti boneka barbie tidak ada gunanya lagi, karena suami, keluarga suami tidak butuh boneka mainan. Dongeng Cinderela pun hanya ada di dunia khayalan, dongeng yg tidak relevan lagi.

Pangeran tampan dan mapan tentu yang di cari adalah wanita cantik, berkelas dan selevel pula. Alih alih berangan di buatkan istana bak surga dan diberlakukan seperti permaisuri. Yang ada, kebanyakan pasangan baru mulai dari NOL bahkan MINUS. Itulah hidup wanita, dimana semua harapan terkadang tidak sesuai kenyataan, karena sejatinya hidup tak semulus jalan tol.

Karena wanita hebat itu setidaknya mempersiapkan dirinya dengan Ilmu dan Skill, untuk survive dan maju di jalan yang terjal. Wanita hebat, tidak berharap dari kerajaan suami atau warisan mertua.

Tapi, wanita hebat membangun kerajaan dan menjadi ratu di kerajaannya sendiri, dengan hasil kerja payahnya sendiri. Mari berjuang para wanita. Jadilah ISTRI bukan HOUSE MAID yg bangun pagi masak, nyuci, siapin sarapan, siapin pakaian, bersihin rumah, ngurus anak. Ironisnya masih DI TUDUH TIDAK KERJA. 

Hari Baik dan Buruk Potong Rambut Menurut Hindu Bali

 

Hari Baik dan Buruk Potong Rambut Menurut Hindu Bali

Di Bali masyarakatnya sangatlah peka terhadap apapun yang ada disekelilingnya, dari hal yang besar sampai hal yang paling kecil sekalipun. 

Merawat alam adalah pokok ajaran agama Hindu Bali, menjaga keseimbangan sebagai ajaran adi luhung para pendahulu. Terlepas dari merawat bhuana agung atau alam, bagi orang Bali yang identik dengan kesucian, merawat diri tentu saja menjadi pedoman utama, namun dalam hal ini bukan merawat diri dalam artian berhias, selain dengan cara melukat, dalam keseharian bahkan dalam memotong rambut pun orang Bali sangat fanatik dalam memilih hari yang baik untuk memotong rambut. Entah bagaimana dan sejak kapan hal itu sangat dipercayai dan dipegang teguh oleh kalangan masyarakat sampai saat ini. 

Rambut adalah mahkota yang harus dirawat secara baik, bukan saja dengan shampoo, namun dalam artian juga dirawat dengan kesucian, bagi orang Bali apapun yang posisinya di atas seperti rambut yang keberadaannya di kepala, haruslah dijaga.

Di Bali disebut dengan saptawara masing-masing dipercayai memiliki pengaruh yang sangat besar dengan kehidupan. Termasuk dengan hari baik yang dipilih untuk memotong rambut, notabenya hari yang dipilih kebanyakan orang adalah hari Rabu, hari Rabu adalah harinya Dewa Wisnu, simbol memelihara, memelihara kebaikan, hari Rabu juga identik dengan hari raya besar Hindu seperti Buda Cemeng, Buda Kliwon. Sehingga kebanyakan di saat hari itu tukang cukur di Bali di mana-mana biasanya akan padat pengunjung. 

Hari yang uripnya besar (pancawara dan saptawaranya), karena jika memotong rambut di hari yang baik, maka akan berpengaruh juga pada kehidupan dan kelancaran rejeki. Namun selain itu, menurut masyarakat, ada juga hari ataupun dewasa yang dipantangkan untuk memotong rambut, bahkan itu berlaku sampai sebulan lamanya, tepatnya adalah di saat mulai menjelang Galungan sampai setelah Kuningan, atau dikenal masyarakat dengan Nguncal Balung, selama itu masyarakat mengatakan pantang sekali untuk memotong rambut dan juga melaksanakan kegiatan yang tingkatannya besar. 

Karena dikatakan akan berpengaruh buruk pada yang akan dikerjakan. Nguncal artinya membuang kemudian balung artinya tulang. Nguncal balung, bisa diartikan sesudah penampahan tidak diperbolehkan lagi nampah buron, tidak boleh lagi ada rah.

Tentang lokal genius yang berkembang di daérah bahwa tidak boleh memotong rambut selama nguncal balung, ditafsirkan rambut dalam konsép Siwa adalah sebagai lambang nafsu, tidak memotong rambut pada saat itu diartikan tidak memotong jalan menuju Hyang Widhi. Beliau lanjut menjelaskan, nafsu itu tidak mesti dihilangkan, namun perlu dikendalikan, itu sebabnya rambut seharusnya di sisir sebelum melaksanakan acara.

Kita tidak tahu menghilangkan hawa nafsu, namun kita mengetahui pengendalian nafsu, karena nafsu itu juga penting sebagai semangat hidup, namun jangan sampai pula nafsu yang menguasai diri, namun kita yang harus menguasai nafsu tersebut  Kemudian jika dikaitkan dengan mengapa di saat matelubulanan dan metatah rambut di potong sedikit, dijelaskannya, itu juga adalah sebagai simbol mengendalikan nafsu, di sanalah dibutuhkan pemaknaan dan kesadaran yang lebih. 

Simbol dari pengendalian selalu memperhitungkan waktu (kala), kalau kita baik memperhitungkan waktu, maka diharapkan segala kebaikan akan tercapai.

Seperti Ini Proses Perceraian Hindu Bali

Seperti Ini Proses Perceraian Hindu Bali
Semua pasangan menjalin hubungan sampai jenjang pernikahan pasti ingin hubungan mereka erat sampai menutup usia/kakek-nenek. Di tengah-tengah hubungan berjalan pasti ada saja getaran, masalah-masalah yang datang bisa di selesaikan secara cepat dengan membicarakannya bersama dan memperbaiki yang buruk. 

Namun, jika ada pasangan entah si suami atau si istri berkhianat dan tidak setia, jalan akhir adalah bercerai. Dalam Hindu dan di kutip dari Reg Weda bahwa perceraian itu sudah melanggar Yadnya yang sudah dilakukan. Namun pasangan suami dan istri ingin berpisah tentu sudah dipikirkan dengan matang dari kedua belah pihak. 

Baca Juga: Cara Memilih Hari Baik Menikah Menurut Hindu Bali (Dewasa Ayu Nganten)

Proses Perceraian Dalam Hindu Dengan Istilah Tri Upasaksi. 

  1. Butha Saksi, Manusa saksi dan Dewa Saksi dalam upacara perwakinan Hindu Bali.
  2. Butha Saksi, Bebanten yang ditujukan (di ayab) dan diletakkan di bawah (biyakoanan, pekala-kalan, pedengan-dengenan) sebagai pralambang
  3. Manusa Saksi, lebih kepada pengesahan perkawinan sesuai dengan undang-undang perkawinan acara ini dihadiri oleh masyarakat, dimana petugas desa/adat (prajuru). Akta Perkawinan adalah bentuk manusa sakti selaku wakilnya sebagai manusa saksi.
  4. Dewa Saksi, adanya bebanten yang dihaturkan kehadapan Sang Hyang Widhi dan pemerajan/sanggah sebagai perwujudan dewa saksi. 
Dengan prosesi perkawawinan yang dilalui tersebut diatas maka perceraian hendaknya dilakukan sejalan dengan proses perkawinan, maka perceraian patut dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Pasangan suami istri yang akan melangsungkan perceraian, harus menyampaikan kehendaknya itu kepada prajuru banjar atau desa pakraman. Prajuru wajib memberikan nasihat untuk mencegah terjadinya perceraian.
  2. Apabila terjadi perceraian maka terlebih dahulu harus diselesaikan melalui proses adat, kemudian dilan­jutkan dengan mengajukannya ke pengadilan negeri untuk memper­oleh keputusan.
  3. Menyampaikan salinan (copy) putusan perceraian atau akte perceraian kepada prajuru banjar atau desa pakraman. Pada saat yang bersamaan, prajuru banjar atau desa pakraman menyarankan kepada warga yang telah bercerai supaya melaksanakan upacara perceraian sesuai dengan agama Hindu.
  4. Prajuru mengumumkan (nyobyahang) dalam paruman banjar atau desa pakraman, bahwa pasangan suami istri bersangkutan telah bercerai secara sah, menurut hukum nasional dan hukum adat Bali, sekalian menjelaskan swadharmamantan pasangan suami istri tersebut di banjar atau desa pakraman, setelah perceraian.
Perlu disadari kedua belah pihak akibat hukum perceraian adalah sebagai berikut.
  1. Setelah perceraian, pihak yang berstatus pradana (istri dalam perkawinan biasa atau suami dalam perkawinan nyeburin) kembali ke rumah asalnya dengan status mulih daa atau mulih taruna, sehingga kembali melaksanakan swadharma berikut swadikara-nya di lingkungan keluarga asal.
  2. Masing-masing pihak berhak atas pembagian harta gunakaya (harta bersama dalam perkawinan) dengan prinsip pedum pada (dibagi sama rata).
  3. Setelah perceraian, anak yang dilahirkan dapat diasuh oleh ibunya, tanpa memutuskan hubungan hukum dan hubungan pasidikaran anak tersebut dengan keluarga purusa, dan oleh karena itu anak tersebut mendapat jaminan hidup dari pihak purusa.

Artikel diolah dari:

Keputusan Majelis Utama Desa Pekraman Bali(MUDP)

Senin, 22 Maret 2021

Saat Seperti Ini, Wanita Bali adalah Penunjang Ekonomi Keluarga! Benar?

 

Saat Seperti Ini, Wanita Bali adalah Penunjang Ekonomi Keluarga! Benar?

Sudah setahun Bali tidak di kunjungi wisatawan, para pekerja wisata pun tak ada pemasukan. 

Mungkin judul tulisan ini sedikit menyinggung dan membuat laki-laki Bali marah. Tapi memang kenyataan dilapangan memang wanita Bali lebih (Tuyuh) pekerja keras dan tahan banting.

Bisa Anda lihat, banyak wanita Bali yang bekerja sampingan untuk menambah uang untuk rumah tangga mereka. Coba bisa kita lihat ada wanita Bali yang meburuh ngajang bias, meburuh ngajang kayu, dan jualan Banten dan busung... itu hanya contoh yang saya lihat, berat tidak?

Selain memperhatikan anak dan keluarga yang paling penting selain memasak adalah budaya Bali~ mebabten, rerainan, ngopan, ngayah. Itu memang keharusan dan masih mempunyai kerja penting ada yang jadi PNS, guru, dll.

Sedangkan Suami? 

Disini saya nggak membicarakan semua laki-laki Bali tidak baik atau bagaimana, kebanyakan hanya mempunyai 1 pekerjaan sisanya minum, bebotoh, coba kita berpikir betapa susah dan capeknya wanita kita. Apakah ini kewajiban sebagai wanita Bali?

Tidak seimbang jika bisa kita samakan. Tapi inilah Bali. Dimana wanita selalu di no duakan. Apakah benar? Jika tidak, ini hanya pikiran saya, jika lain, itu beda pemikiran.

Mari, coba kita berpikir jika tidak ada wanita dirumah, apa yang terjadi? Siapa yang ngurus anak, siapa yang mebabten, siapa yang, kebanjar bawa aban-aban? Susah tidak?

Inti dari tulisan ini, bukan menyudutkan laki-laki Bali tidak bagus,, hanya perhatikan wanita lebih, bantu dia jangan sampai dia lelah, sayangi dia, jangan sampai dia sakit, hargai dia, karena dia rela meninggalkan rumah dan keluarganya hanya untuk mengikuti suami yang dia cinta sampai akhir hanyatnya.

Ampura, jika tulisan ini tidak berkenan tapi saya sangat bahagia menulis ini.

Cara Menyembuhkan Penangkeb, Wanita yang Menggerogoti Suami Orang (Ilmu Pemikat Pria)

 

Cara Menyembuhkan Penangkeb, Wanita yang Menggerogoti Suami Orang (Ilmu Pemikat Pria)

Memang saat ini zaman sudah maju, banyak orang yang tak percaya akan kejadian-kejadian yang meliputi seorang pria ataupun suami yang kena Penangkeb (ilmu penakluk pria/suami. 

Namun, masih banyak yang terdengar di masyarakat bahwa ada saja cerita/opini tentang seseorang pria yang terkena Penangkeb ini. Bukan saja dari si istri ke suaminya, tapi tentang wanita lain kepada suami orang, ini terbukti dari saya si penulis! 

Tentang Penangkeb, bisa baca disini... 

Cara Mengobati Pria atau Suami yang Kena Penangkeb 

Banyak cara yang pernah kita dengar untuk menyembuhkan Penangkeb ini dengan melukat, dan mendatangi Balian (orang pintar tapi masih saja belum bisa sembuh karena terlalu dekatnya si pria/suami dengan Wil (selingkuhannya) itu yang memang agak susah untuk di sembuhkan. 

Namun, ada cara yang paling jitu untuk menyembuhkan Penangkeb dari Prempuan yang suka menggerogoti suami orang. 

Caranya adalah lukat dengan "enceh bangkung buang" air kencing babi wanita. 

Ini adalah cara ampuh yang bisa menyembuhkan Penangkeb suami Anda, dan sudah terbukti dari beberapa orang. 

Car Lukat bisa ketis-ketis (bilas) air kencing babi di tempat tidur suami 3x saja, yang pastinya dengan doa dan percayaan Anda. 

Cerita dari tetua...

Minggu, 21 Maret 2021

Cara Mengatasi Ular Masuk Rumah Versi Pemarisudha Prewesa

 

Cara Mengatasi Ular Masuk Rumah Versi Pemarisudha Prewesa
Beberapa hari ini masyakarat khususnya di Bali sering ada kejadian, dinama rumah/paumahan kemasukan ular, kadang ular tersebut berada di tempat tidur, ular didalam almari/bupet, ular di kamar mandi, dan tempat lainnya di dalam rumah.

Banyak sekali ada kejadian seperti ini dan bahkan sering terjadi di masyarakat Bali, tetapi kebanyakan hanya mengandalkan logika dengan cara menaburkan garam di sekitar bangunan (rumah), tetapi nyatanya kedatangan ular lagi dan lagi terjadi terus-menerus.

Jika kita pikirkan hal seperti ini dengan logika sehat, bahwa seekor ular sesungguhnya bertempat di semak belukar atau di pohon-pohon, tapi kenyataannya berada didalam rumah.

Cara Mengatasi Ular Masuk Rumah Versi Pemarisudha Prewesa

Coba kita abil dari kejadian ini hendaknya kita tidak memakai logika lagi, sudah waktunya memakai srada kembali kepada kekuatan alam dengan cara mempercayai dan meyakinkan dengan petunjuk sastra Agama Hindu Bali, yakni Lontar Tutur Sang Hyang Eka Bhuana, bahwa alam memberikan isyarat kepada manusia, karena pekarangan yang demikian adalah termasuk pekarangan angker, sehingga auranya dapat mempengaruhi jiwa orang yang menempati pekarangan tersebut, dapat mengakibatkan selalu munculnya perselisihan antar anggota keluarga sehingga sering muncul keributan, sering menyebabkan keadaan boros atau menemukan marabahaya, oleh karena itu pekarangan yang demikian perlu dibuatkan suatu upacara untuk menetralisir keangkerannya.

Upakara Pemarisudha Prawesa Ular

Mengenai dari upakara pemarisudha adanya prawesa karena adanya ular, dilihat dari dimana ular tersebut ditemukan diantara tri mandala;
  • Jika ditemukan di uttamaning mandala, pemarisudha dilaksanakan ditengah halaman pamerajan
  • Jika ditemukan ular di madyaning mandala, pemarisudha dilaksanakan ditengah halaman pekarangan/paumahan.
Upakaranya sebagai berikut:

Upakara di sanggah kemulan:
  • Banten Pejati
  • Ngajum tirtha 
Upakara di tempat upacara:
  • Banten pejati asoroh
  • Ngajum tirtha
  • Banten sesayut durmengala
  • Segehan sasah warna hijau 11 tanding, ditanding diatas sebuah alat sidi
  • Nasi harus poleng menyerupai ular, beralaskan daun telunjungan (ujung daun pisang udang sabha), berisi bawang jae garam, telor ayam mentah, arak dan berem, masing-masing dialas dengan takir prayascita, dan bayakawonan.
Tata Cara Upacara Pemarisudha Prawesa Ular

Untuk melaksanakan upakara ini, selalu harus menggunakan dewasa ayu, seperti “Kajang Kliwon Uwudan”. Ngastawa kehadapan sang hyang Siwa Raditya sebagai pesaksi, mantra:
Ong aditya syaparanjotir, rakta teja namas tute, sweta pangkaja madyaste, baskara ye namah swaha. ong hrang hring sah parama siwaditya ye namah swaha
Pangestawa kehadapan Bhatara Siwa Druwa resi, mantra:
Ong, na, ma, si, wa, ya, ang, ah, ong, ing, siwa druwa resi maha sidhi ya namah swaha
Sesontengan Saa:
Om pakulun sang hyang siwa raditya, sang hyang wulan lintang tranggana, meraga sang hyang triodasa saksi, sang hyang siwa guru, sang hyang siwa druwa resi, saksinin manusanira angaturaken tadah saji pawitra sprakaraning daksina, anyenengana bethara kabeh, manusanira kekeneng prawesa durmengala ring paumahan ipun marupa ula, mangke manusanira anadaha tirtha panglukatan, sehananing prawesa durmangala ring paumahan muah ring sariran ipun sang
Adruwe umah. Asung kertha nugraha bhetara ngeyogani pinunas manusanira mangda luput ring sarwa lara wigna, matemahan menadi amertha urip waras dirgayusa
Om sidhi rastu ye namah swaha
Mantra Laban:
Sa, ba, ta, a i,sarwa bhuta ya namah swadaNdah ta kita sang bhuta prewesa-prawesi, sang bhuta durwesa-durwesi, sang bhuta durmengala, sang bhuta widura sandhi, maka kala wadwan sira kabeh, mari sira mona, apan sira manadi utusan hyang siwa ruwa resi arpa ula, mangke ingsun paweh sira tadah saji sanggraha, iki tadah sajinira, ngeraris amukti sari, wus amukti raris sumurup sira menadi widyadara-widyadari, aluara sira sakeng paumahan muah sariran ingsun sang adruwe umah, paweha ingsun urip waras, dirgayusa ring kahuripan. ong ing namah. 
Ong bhuktyantu durga ketara, bhuktyantu kala mewaca, bhuktyantu sarwa bhutanam, bhuktyantu pisace sanggyem. Ang...Ah, mertha bhuta ya namah swada, Ang, Ung, Mang, siwamertha ya namah swada
Prelina bhuta mantra:
A, Ta, Sa, Ba, I, Sarwa bhuta murswah wesat, Ang...Ah
Setelah pangastawa tadi, langsung mengucapkan mantra pesucian, mantra:
Ong jalasidhi maha sakti, sarwa sidhi maha tirtha, sarwa tirtha manggala'ya, sarwa papa minasaya, ong sriyam bhawantu, ong sukham bhawantu, ong purnam bhawantu
Sesudah ngaturang tirtha pasucian tersebut, baru percikan tirthanya. namun kalau tidak memakai mantra cukup mencipratkan (memercikan) tirtha penglukanan dari sulinggih saja. percikan tirtha ke seluruh rumah dari sanggah pamerajan sampai ke pintu gerbang (angkul-angkul) dan lebuh;
  • Durmengala bayekawonan
  • Prayascita
  • Tirtha kemulan
  • Tirtha hyang siwa druwa resi
Kemudian ngayabang Banten Pejati, mantra:
Ong hyang angadakaken sari, ong hyang anyumputaning sari, ong hyang angisepaning sarining yadnya lunga-sari-teka-sari (3x) ang ah amertha sanjiwani ye namah swaha ang, ung, mang, siwamertha ye namah swaha.
Kemudian tetabuhan arak berem pada laban tersebut, dengan tata cara:

Berem, kemudian arak (pinaka upethi) Tirtha (pinaka nyomia / stiti)
Arak, kemudian berem (pinaka prelina) pengerstawa kehadapan bhatara hyang guru.

Kemudian memohon penugrahan, mantra:
Ong anugeraham manuharam, dewa datta nugerahakem, yarcanam sarwa pujanam, namah sawra nugerahakem, dewa-dewi maha sidhi, yadnya khartem mulat midem, laksmia sidhis'ca, dirgahayu nirwigna suka werdhi tah
Percikan tirta-tirtha ini ke sanak keluarga:
  • Durmengala
  • Bayekawonan
Prayascita

Sesudah itu, sanak keluarga melakukan persembahyangan bersama sesuai "kramaning sembah". Tunasang tirtha kepada sanak keluarga: tirtha kemulan, tirtha hyang siwa druwa resi. ngayab laban. setelah itu, tempatkan laban pada tempat pertama dilihat ular tersebut, ditutup dengan sangkar ayam/keranjang, biarkan satu malam, keesokan harinya diletakkan di depan angkul-angkul (lebuh), taburkan arak kemudian beremnya. sorenya sudah bisa dibuang.

Versi Lontar Bhama Kertih

Isi dari Lontar Bhama Kertih, pekarangan yang dimasuki ular dapat dikatakan karang panes. Untuk menanggulangi efek negatifnya, dibuatkalah palinggih Indra Blaka di luar rumah.


Demikianlah acara upakara untuk pekarangan kemasukan ular, perumahan kemasukan ular, ular di kamar mandi, ular di kamar tidur, ular di rumah, Perumahan atau pekarangan kemasukan Ular. semoga bermanfaat.

Jenis dan Makna Pelinggih di Natah Pekarangan

Jenis dan Makna Pelinggih di Natah Pekarangan
Terkadang memang banyak umat kebingungan tentang Pelinggih di Natah Pekarangan (halaman rumah).

Saat sembahyang, banyak umat yang masih kebingungan dengan Pelinggih di Natah Pekarangan, dan siapa beliau yang kita sembah disana? 

Dari saudara Hindu yang bertempat tinggal di Bali bagian barat Pelinggih di Natah Pekarangan disebut pengijeng dan di Tabanan ada yang menyebut "Taksu". Namun, ada juga yang menyebut Pelinggih surya. 

Pelinggih di Natah Ada Dua Jenis Pelinggih Natah dengan Memakai Atap dan Padma Natah 

Memang kedua jenis Pelinggih Natah ini memiliki fungsi yang berbeda. Apa saja, yuk simak dibawah ini; 

  1. Sanggah Natah Beratap: Di Pakai Secara Umum 
  2. Sanggah Natah Panda: Dipakai Oleh Yang Menjadi Pemangku atau Jro Balian
Letak Pelinggih Natah 
Pelinggih Natah ini letaknya di tengah pekarangan antara Bale daje dan bale gede dan menghadap ke arah barat! 

Pemujaan Untuk Pelinggih Natah

Pemujaan yang di sembah adalah Siwa Reka dan ada juga yang melakukan memohon/ngayat ke Merajan jika di keluarga ada sebelan/ pakubon (Ngayat), pengayengan leluhur, rikala ring pakubon wenten upacara ngaben/kapialang.

Itulah Jenis dan Makna Pelinggih di Pekarangan Rumah, jika ada yang salah tolong di koreksi. Ini adalah pendapat saya yang saya dengar dari pengelingsir (tetua) Tiang (saya).

Sabtu, 20 Maret 2021

Walaupun Darurat, Ini Makna dan Saktinya Turus Lumbung (Sanggah Kemulan)

 

Turus Lumbung, Kayu Sakti, Hindu Itu Fleksibel Tidak Memaksa
Ilustrasi photo via sapoiha.com

Turus Lumbung adalah Sanggah Kemulan darurat, karena satu dan lain hal belum mampu membuat yang permanen. Turus lumbung dibuat dari batang (turus) kayu dap-dap banyak umat yang menggunakan pepohonan ini yang dipercayai sebagai taru sakti. Selain kayu dap-dap juga ada bambu, serta atapnya dari daun lalang. Di bagian bawah dekat ke tanah di setiap batang dap-dap agar diikatkan kwangen dengan jinah 11 keteng.


Makna Sanggah Turus Lumbung

Turus lumbung mengandung arti kias “melindungi dan menghidupi pemujanya”. Turus dapdap merupakan tameng atau perisai, yakni alat untuk melindungi diri , dan lumbung, yakni tempat untuk menyimpan padi untuk penghidupan. Bangunan ini sifatnya sementara yang nantinya akan diganti dengan bangunan yang agak permanen menurut kemampuan penghuninya. Batas waktu penggunaannya adalah 6 (enam) bulan, namun bila lewat 6 bulan belum juga bisa membangun yang permanen maka kwangennya agar diganti dengan yang baru.

Setelah penghuninya agak mampu, barulah mereka membuat bangunan untuk mengganti turus lumbung itu. Bangunan pelinggih ini dibuat dari kayu dan bambu serta memakai satu ruangan (rong tunggal) yang digunakan untuk tempat sajian. Bangunan rong tunggal inilah yang disebut kemulan atau sanggah kemulan.Peninggalan-peninggalan bangunan ini dijumpai di desa­-desa Bali Kuno, seperti di Julah, Sembiran, Lateng, Dausa, dan tempat kuno lainnya

Seiring berkembangnya jaman dari masa ke masa bangunan rong tunggal berkembang menjadi dua ruangan (me-rong kalih). Lantas berkembang lagi menjadi tiga ruangan (rong telu), untuk menghormati atau memuja para leluhur yang telah disucikan. Perkembangan Rong Tunggal hingga akhirnya menjadi rong telu disesuaikan dengan konsep Tri Murti yaitu Dewa Bhrama (Pencipta),  Dewa Wisnu (Pemelihara,) dan Dewa Siwa (Pelebur). Sehingga Rong Telu selain untuk memuja  leluhur juga untuk memuja Sang Hyang Tri Murti.

Membuat Sanggah Kemulan memang memerlukan biaya yang tidak sedikit akan tetapi jika dana belum mencukupi bisa membuat Turus Lumbung. Jadi dapat disimpulkan dalam tradisi agama Hindu khususnya di Bali. Tidaklah sebuah tradisi yang membuat miskin umatnya. Karena agama Hindu sangatlah fleksibel, yang selalu menyarankan umatnya untuk melakukan Yadnya tidak melebihi kemampuannya. Karena dalam Yadnya tidak mengutamakan kemewahan tapi ketulusan hati.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkap atau kurang tepat. Mohon dikoreksi bersama. Suksma…

Eling! Pitutur Niang (Selalu Emosi: Akan Memperlambat Segala Hurusan)

 

Eling! Pitutur Niang (Selalu Emosi: Akan Memperlambat Segala Hurusan)

Eling (mengingat) Pitutur (Pesan/berpesan) Niang (Nenek) kata ini jika di artikan menjadi selalu ingat pesan dari nenek. 

Zaman dulu, mungkin masih ada di beberapa Desa, saat nenek sedang mebase (ngunyah daun sirih) orang Tua dulu berpesan kepada anak/cucunya yang ada di sampingnya, "De Emosi" jangan pernah emosi dalam melakukan segala jurusan apapun, sambil ngunyah daun sirihnya. 

Bahasa yang dilantunkan Niang seperti Ini dalam bahasa Bali;

"Yen Cening state Emosi, Nto ngainan Cening Sukeh...

Sukeh Ngalih Gehaen - Rejeki Cening Ngekoh...

Sukeh Seger (Gelem-geleman)

Sukeng Kedemenin Anak...

Sukeh Ngai Demen...

Keto Nyan Cening...

Jika sudah Emosi, segala apapun akan susah, benar sekali Pitutur (pesan) seorang Niang

Kalau sudah Emosi apapun akan menjauh, Rejeki, susah bahagia, di benci orang, dll... 

Dari itu, kita harus menghilangkan emosi dengan cara, rajin sembahyang, rajin meditasi, rajin yoga, dan intinya mengalah dengan diri sendiri, kemauan yang keras dan sadar diri.. kemampuan kita sampai dimana. 

Agar, jangan sampai yang tidak bisa kita jangkau, itu menyebabkan emosi, stres dan menderita.

Suksma Niang...😭

Begini Cara Menetralisir Aura Negatif Pekarangan Rumah Hanya dengan Air Beras dan Garam, Simak Manfaatnya!!

 

Begini Cara Menetralisir Aura Negatif Pekarangan Rumah Hanya dengan Air Beras dan Garam, Simak Manfaatnya!!
Banyak sudah kita jumpai cara-cara agar aura rumah kita baik dan bagus untuk kedamaian penghuninya. Mulai dari hal-hal tabu dan sampai memakan biaya yang tak sedikit untuk memohon kepada orang suci/pintar untuk membantu menetralisir aura rumah kita dari unsur negatif. 

Namun, tidak pernah kita sadari bahwa sesuatu yang kita cari itu ada di sekeliling kita, bahkan kita gunakan setiap hari untuk memasak. Garam dan Air Beras, atau air banyu beras. 

Air beras ini sangat memiliki khasiat yang ampuh menangkal berbagai hal yang berbau magic, salah satu menetralisir Aura Negatif Pekarangan Rumah. 

Baca juga: 10 Pekarangan Yang Tidak Baik di Tempatkan

Selain bisa digunakan menyubur tanaman, air beras dan garam bisa menyembuhkan segala penyakit magic, dan Menetralisir Pekarangan Rumah dari Aura Negatif. 

Cara Menetralisir Pekarangan Rumah dengan Air Beras dan Garam

Menurut dari kajian Sastra Dasa Aksara, Air Beras memiliki kekuatan dari Dewi Sri dengan Sewanya Bhatara Wisnu (Dewa Air) dalam ajaran Hindu. Yang mana air merupakan pembersih, bila dioperasikan menjadi air suci untuk pemarisudha. Jika Air Beras di campur Garam berarti mempertemukan kekuatan dari Dewi Sri dan Bhatara Wisnu dimana memiliki kekuatan untuk melebur unsur Mala, Leteh, letuh,  di Bhuana Agung dan Bhuana Alit. 

Caranya; 

  • Siapkan garam besar secukupnya lalu berdoa sesuai keyakinan dengan satu niat apapun yang menyebabkan pekarangan atau usaha menjadi panas dan menyakiti agar dinetralkan oleh kekuatan Tuhan dalam wujud Batara Bharuna Sakti. Bahkan tanpa doapun bisa.
  • Tebar garam keliling searah jarum jam 3x  putaran mengelilingi pekarangan rumah atau usaha. Biarkan sekitar 15 menit kemudian cipratkan air cucian beras searah jarum jam sebanyak 3x putaran dan biarkan. Tunggu satu jam setelah mencipratkan air cucian beras dan rasakan perubahan aura pekarangan maupun usaha.
  • Secara otomatis suhu akan berubah menjadi lebih sejuk dan lebih nyaman pada saat tidur. Kenyamanan dan kesejukan itulah hasil dari sebuah proses menetralisir pekarangan dengan Garam dan air cucian beras.

Untuk menetrlisir tubuh yang sakit akibat magic :

  • Siapkan garam halus secukupnya lalu berdoa sesuai keyakinan dengan satu niat apapun yang menyebabkan sakit dalam tubuh agar dinetralkan oleh kekuatan Tuhan dalam Wujud Batara Bharuna Sakti. Bahkan tanpa doapun bisa
  • Balurkan garam ke bagian tubuh yang sakit secara merata, misalkan di bagian kaki, balurkan satu arah menurun dari paha sampai kaki. tunggu 5 sampai 10 menit. Kemudian basuh dengan air cucian beras yang telah disiapkan tadi.
  • Lakukan hal tersebut secara rutin untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dan semoga penyakit mejik yang ada dalam tubuh sedikit demi sedikit dapat berkurang.

Jika Anda Percaya dengan Adanya Hyang Widhi/Tuhan yang Maha Kuasa... Anda wajib percaya dengan Hal ini. 

Kembali lagi dengan kepercayaan Anda.. semoga artikel ini bermanfaat. 

Ini Ciri-ciri Suami Kena Penangkeb!

 

Ini Ciri-ciri Suami Kena Penangkeb!
Ilmu Penangkeb merupakan ajaran Ilmu gaib yang seketika membuat sang suami tunduk, dan mematuhi segala keinginan sang istri. 

Ini merupakan cara halus dari tindakan istri jaman dulu di pulau Bali dari kekesalannya kepada sang suami yang melakukan KDRT ( kekerasan dalam rumah tangga). 

Ilmu "Penangkeb" adalah sarana gaib agar orang lain/orang banyak menjadi tunduk dan mematuhi perkataan kita. 

Dengan menguasai ilmu Penangkeb ini, Orang tersebut bisa mengendalikan, mengarahkan atau menguasai orang lain dengan keinginannya dengan bantuan makhluk halus. 

Kebanyakan ilmu Penangkeb ini digunakan oleh perempuan atau sang istri agar pria atau suaminya menjadi penurut. Ilmu Penangkeb ini bisa didapatkan di dukun yang menganut ilmu hitam. 

Baca Juga: Cara Menyembuhkan Ilmu Penangkeb

Di kalangan penekun ilmu spiritual ilmu Penangkeb ini tak jauh dari ilmu pengeleakan. Jika menggunakan ilmu Penangkeb ini lama-lama seorang itu bisa menguasai ilmu pengeleakan itu sendiri tanpa ia sadari. 

Ciri- ciri Seorang Pria/Suami yang Kena Ilmu Penangkeb 

Pada situasi seperti ini yang tadinya sang istri yang tersakiti KDRT atau Sang Wanita yang Ingin membuat si Pria tekuk lutut kepadanya, langsung; 

  • Kelihatan bodoh
  • Kewibawaannya hilang 
  • Matanya Sayu
  • Linglung
  • Prustasi
  • Tunduk kepada si wanita
  • Takut
Namun, percayalah apapun yang tidak baik akan selalu kalah... Anda bisa menang di dunia yang skala ini. 

Namun tidak di Niskala. Tobat dan berbenah lah menjadi manusia lebih baik dan menjadi Dharma agar anak - cucu mu tidak menerima dosa.

Percaya Atau Tidak! Ini Larangan Suami Saat Istrinya Hamil Menurut Hindu

Percaya Atau Tidak! Ini Larangan Suami Saat Istrinya Hamil Menurut Hindu

Masyarakat Hindu di Bali hingga saat ini masih banyak yang kita lihat melaksanakan tradisi budaya yang dipercaya dan dilaksanakan dengan benar dalam tradisi turun-temurun. Namun, disisi lain ada sebagian masyarakat yang tidak lagi menjalankan tradisi tersebut dengan berbagai alasan. Dan ada juga yang “sekedar” melaksanakan tradisi-tradisi ini tanpa memahami secara mendalam maksud dan tujuan dari tradisi tersebut. 


Banyak tradisi warisan leluhur Bali yang hingga saat ini masih dilaksanakan dengan benar. Tetapi magsudnya mungkin sebagian belum tau. Seperti contoh, ketika Istri Anda sedang hamil, maka Anda tidak akan memotong rambut dan dibiarkan panjang. Tapi banyak juga Orang Bali yang kurang mengerti apa maksud dari tradisi Manusa Yadnya tersebut. 

Setiap Negara, pulau maupun suku di dunia ini memiliki pantangan-pantangan yang disebut “Tabu” didalam ilmuwan Anthropologi. Ada “Tabu” yang bisa dilacak sejarahnya, ada juga yang tidak. Misalnya saja di Bali ada tradisi “Tabu”:

  • Berpergian atau bermain disaat matahari terik (jam 12) yang disebut “jejeg surya”
  • Jika bepergian atau bermain pas pada pukul 12 siang hari, maka menurut kepercayaan orang, orang tersebut akan di segap (Engkebin Memedi). 
Selai itu, ada tabu (maketus) mengajak anak yang belum tanggal gigi ke Pura Luhur Batu Karu.

Dulu pernah ada anak yang belum tanggal gigi di Bali dan diajak tangkil ke Pura Luhur Batu Karu, kemudian hilang, dan tidak dapat diketemukan lagi. Saat meluasan (ditanyakan) kepada “orang pintar (balian)”di Bali kejadian ini diartikan sebagai tanda bahwa alam niskala melarang orang tua mengajak anaknya yang belum tanggal gigi ke Pura Luhur Batu Karu. Seperti itulah tradisdi Budaya Bali yang sangat kuat dan dijalani sampai sekarang oleh masyarakat yang masih mempercayainya.



Dan khususnya yang berkaitan dengan kehamilan, masyarakat Bali juga mengenal berbagai pantangan. Secara umum pantangan buat Suami apabila saat Istrinya hamil adalah: 
  • Jangan pergi mancing
  • Jangan menjelekkan, menghina
  • Merendahkan orang lain
  • Menyiksa binatang
  • Makan/ minum berlebihan apalagi sampai mabuk
  • berjudi



Didalam Lontar Kanda Pat Rare, juga disebutkan sekilas tentang pantangan untuk suami apabila istrinya sedang mengandung, diantaranya: 
  • Tidak boleh membangunkan istri yang sedang tidur
  • Tidak boleh melangkahi (ngungkulin) istri yang sedang tidur
  • Pada saat si istri yang sedang hamil itu makanーjangan dilarang anglawatin (membayangi dengan bayangan badan) terhadap nasi atau makanan yang sedang dimakannya

Adapun alasan melakukan hal tersebut dikarenakan pada saat istri tidur, ia mendapat hubungan pemeliharaan secara gaib dari para Dewa, kala dan pitara (roh leluhur), agar bayi yang dikandungnya itu dapat hidup dan selamat.

Dalam Lontar yang sama diyakini bahwa, perkembangan bayi berkaitan dengan penstanaan para dewa di tubuh bayi, demikian juga para leluhur mulai berhubungan dengan bayi Anda.

Keyakinan ini adapula juga didukung oleh lontar agastya prana, dasa aksara, serta keyakinan bahwa TUHAN meresap pada setiap ciptaannya.

Untuk menghormati beliau yang sedang berhubungan dengan pembentukan bayi dalam kandungan, hendaknya suami menghormatinya dengan cara tidak melangkahi ataupun membangunkannya dengan mengkejutkan pada saat istri Anda tidur.

Selain dari kutipan diatas, dalam Lontar Eka Pertama juga disebutkan beberapa sikap untuk suami, sebagai kepala rumah tangga pada waktu istri hamil. Seorang suami yang seharusnya melakukan swadharma agar menurunkan anak yang baik (dharma putra), yaitu tidak diperkenankan: 
  • Memotong rambut
  • Membangun rumah
  • Menyelenggarakan pengangkatan anak
  • Membuat tambak (empang) 
  • Membuat pagar rumah atau pagar ladang
  •  Memperistri wanita lain, selingkuh. 

Dari arangan-larangan diatas berlaku bagi suami tersebut, konon merupakan petuah dari Bhatara Brahma yang disampaikan kepada Bhagawan Bergu.

Yang seharusnya/ wajib dilakukan saat Istri Anda Hamil: 
  • Membuat perasaan istri tenang/ damai/ aman/ terlindungi Melakukan derma (Drwya Yadnya – dana punia) 
  • Rajin sembahyang, bersamadhi, bermeditasi Membaca Mahabharata Saat usia kehamilan istri Anda 7 bulan
  • Adakan upacara megedong-gedongan (kalau mungkin/ bisa) jika tidak, sembahyang biasa ditujukan kepada Bhatara Guru (Sanghyang Widhi) mohon keselamatan bayi dan ibunya.

Mengendalikan panca indria, bila mampu berpuasa setiap bulan purnama dan tilem. Dimana Atma/ roh leluhur masuk segera setelah terjadi pembuahan di dalam rahim ibu.

Sering bersamadi dan berjapa, menyebutkan nama Sanghyang Widhi berkali-kali sesuai dengan jumlah japamala, atau mengucapkan mantra Gayatri satu bait berulang-ulang sambil duduk berjapa.

Memang seharusnya kita pikirkan saja secara logika saja . saat istri hamil suami seharusnya juga ikut “untuk mengkonsentrasikan” segala perhatiannya (bertapa brata) agar bayi dalam kandungan istrinya dapat tumbuh dengan sebaikbaiknya sampai

Apakah sangsinya, jika larangan diatas itu dilanggar? Apabila suami melanggar larangan-larangan tersebut, maka akan mendapat ketukan para Dewa, Kala dan Pitara. Si istri mungkin bisa mengalami keguguran, bayinya mati dalam kandungannya sulit waktu melahirkan, kemerosotan keyakinan (iman) pada anak dan sebagainya.

Adapula, pada saat istri Anda hamil, bila ia sedang makan, hendaknya jangan diajak bicara, apalagi diberi kata-kata kotor, kasar, keras yang membuatnya tersinggung dan sakit hati. Karena,pada saat itu Sang Hyang Urip sedang bersemayam pada orang yang sedang makan.

Dari stulah sebabnya kemudian muncul mitos yang mengatakan, tidak boleh membunuh orang yang sedang makan, walaupun dia seorang penjahat atau musuh sekalipun.

Oleh sebab itu, untuk suami-istri agar semua pikirkan, perkataan dan perbuatan, diarahkan pada ajaran-ajaran kebajikan (dharma), agar terhindar dari malapetaka, baik bagi mereka berdua, maupun anak yang dikandungnya.

Untuk sang istri yang sedang hamil, agar suka mendengarkan sekaligus melaksanakan nasehat-nasehat, membaca kitab-kitab bertuah seperti cerita kepahlawanan, bermacam-macam sesana (peraturan tingkah laku), memeriksakan kesehatan jasmaninya, memperhatikan makanan yang sehat dan bergizi dan sebagainya.

Semua aktivitas yang baik itu akan berpengaruh, dan menurun pada anak atau karakteristik bayinya nanti.

Sedangkan untuk sang suami hendaknya ikut pula menjaga kedamaian dan kerukunan rumah tangga, terutama terhadap istrinya yang sedang mengandung. Suami harus sigap, jika ada beberapa kegiatan yang perlu mendapat perhatian, dari suami saat istrinya hamil.

Coba kita cari lagi contoh mengenai aktivitas yang hendaknya tidak dilakukan selama istrinya hamil. Seperti:
  • Jangan mencambuk sapi tatkala bekerja di sawah
  • Tidak boleh ngetok lait, atau menyumbat segala bentuk lubang (sombah), karena menurut kepercayaan, semua perbuatan itu akan membawa efek yang kurang baik bagi calon anaknya


Ada lagi tradisi dimana menancapkan turus saat istri hamil pada jaman modern ini mungkin sudah hilang.

Untuk yang paling sering dilakukan suami pada saat istrinya hamilーpantangan cukur rambut masih seringkali ditaati para lelaki walaupun mereka mungkin tidak tahu mengapa.

Mungkin saja sang suami melakukannya saja untuk berjaga-jaga.

Meskipun juga di zaman sekarang ada banyak calon ayah yang tidak mempraktekkannya tabu pantang cukur rambut lagi, makna yang terkandung di dalam tabu ini mereka lanjutkan dalam wujud lain.

Contoh kecil saja, misalnya sang suami ikut aktif merawat kesehatan fisik dan psikis sang istri.

Mengartikan kasih sayang dengan menjaga perasaan istri jangan sampai terluka oleh perbuatannya atau kata-katanya, melayani istri terutama menyangkut soal-soal merawat kehamilannya, mencurahkan kasih yang lebih khusus pada sang istri, dan memberikan tuntunan kerokhanian

Jaga Perasaan  Istri Dengan Sebaik-baiknya

Mungkin saat ini Orang Bali sudah melupakan tradisi ini,sehingga banyak larangan (tabu) yang dilanggar, sebagai akibat umumnya adalah "tabiat anak" yang kurang bisa dikontrol, sehinga bila terjadi kemerosotan iman, sangatlah wajar,

Sebanya orang tua sianak sendiri kurang memahami dan kurang mau membaca tutur bali.

Demikianlah sekilas tentang pantangan buat suami saat Istrinya sedang hamil, semoga artikel ini bermanfaat bagi Anda semua.

Hari Baik Berhubungan Suami Istri Menurut Hindu dan Hari Buruk/Larangan Berhubungan Wajib di Ketahui

Hari Baik Berhubungan Suami Istri Menurut Hindu dan Hari Buruk/Larangan Berhubungan Wajib di Ketahui

Didalam ajaran agama Hindu, ada empat tujuan hidup manusia yang disebut ‘Catur Purusa Artha’ yaitu:

  • Dharma (kebenaran; dalam kontek lebih luas dapat diartikan sebagai pengetahuan)
  • Artha (kekayaan), kama (keinginan, nafsu), dan moksa (pelepasan dari ikatan lahir-hidup-mati, kebebasan)
Berhubungan suamiーistri merupakan salah satu kebutuhan biologis bagi mahkluk hidup, khususnya oleh mahkluk yang berkaki dua, memiliki hidung, bertangan dua, berjalan dengan berdiri, memiliki pikiran, yang disebut manusia.

Hubungan ini dianggap surganya bagi pasangan suami-istri, tak jarang membuat seseorang tenggelam dalam kesenangan dunia material.

Hubungan suamiーistri (kama) merupakan salah satu tujuan hidup manusia setelah kekayaan (artha), akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut harus berlandaskan pada dharma (kebenaran, aturan, hukum).

Demikian halnya melakukan hubungan badan (bersanggama, hubungan intim) memiliki tata kramanya sendiri.

Adapun untuk “Asanggama (berhubungan badan)” haruslah dipilh juga hari baiknya, ini bertujuan untuk menurunkan putra yang “Suputra Mahotama” , penurut, pintar, berbakti pada orang tua, murah rejeki dan berwibawa.

Bila tidak maka keturunan yang akan terlahir akan menyebabkan kesusahan bagi keluarga dan lingkungannya.

Secara umum berkaitan dengan masalah tata krama senggama, sebaiknya anda tidak melakukan senggama itu pada saat hari-hari berikut ini :

Hari-hari suci atau rerahinan jagat, Bulan purnama/tilem, Tanggal ke 14 (prawani) sehari sebelum purnama/tilem, Purwanin dina dan purwanin asih, Weton suami atau istri, Pada saat menstruasi untuk masa empat hari.

Adapun hari yang paling baik untuk berhubungan badan adalah
  • Soma Umanis
  • Budha Pon 
  • Sukra Pon
Lontar Pamedasmara menetapkan hari terlarang lebih banyak lagi dan berlaku untuk umum kepada siapa saja yaitu;

Purnama, tilem, purwani, hari wetonan, kala ngruda, kala mrtyu, minggu wage, selasa paing, selasa wage, rabu kliwon, kemis pahing dan sabtu kliwon.
Hari - hari yang mesti dihindari adalah:

  • Anggara Paing
  • Redite Wage
  • Anggara Wage
  • Budha Kliwon
  • Wrespati Paing
  • Saniscara Kliwon (tumpek) Purnama dan Tilem

Saat weton ( hari Otonan / Petemuan Otonan) suami / istri.

Luang (Urip Saptawara + Urip Pancawara = Ganjil )

Selain itu adapun Hari – hari yang mesti dihindari adalah“Purwanin dina” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ;

  • Anggara Klion
  • Anggarkasih
  • Budha Klion
  • Sukra Wage
  • Saniscara Klion / Tumpek.

“Purwanin Sasih” tidak baik melakukan pekerjaan / membuat dewasa, yaitu ;

tanggal dan panglong ping 6, 8, 14.

“Pati Pata” sangat tidak baik memulai sesuatu pekerjaan / memulai dewasa, yaitu;

  • Juli / Kasa tanggal 10
  • Agustus / Karo tanggal 7
  • September / Katiga tanggal 3
  • Oktober / Kapat tanggal 4
  • November / Kalima tanggal 8 panglong 10
  • Desember / Kanem tanggal 6 panglong 8
  • Januari / Kapitu tanggal 11 panglong 11
  • Februari / Kaulu tanggal 13 panglong 13
  • Maret / Kasanga tanggal 7 panglong 6
  • April / Kadasa tanggal 6 panglong 6, Mei / Jyesta tanggal 1
  • Juni / Sadha tanggal 4 “Dagdig Karana” Tidak baik membangun Karya, yaitu; Redite tanggal 2
  • Soma tanggal 1
  • Anggara tanggal 10
  • Budha tanggal 7
  • Wrespati tanggal 6
  • Sukra tanggal 2 Saniscara tanggal 7

“Pati Paten” Semua Karya dan Asanggama teramat dilarang, yaitu;

Eka Sungsang nuju Indra, Dwi Tambir nuju Sri, Tri Kaulu nuju Uma, Catur Wariga nuju Kala, Panca Pahang nuju Yama, Sad Bala nuju Brahma, Sapta Kulantir nuju Rudra, Asta Langkir nuju Uma, Nawa Uye nuju Guru, Dasa Sinta nuju Rudra “Kala Mertyu” sangatlah buruk, karena sangat berbahaya. dilarang untuk bersenggama juga, yaitu; Redite Medangkungan, Anggara Wayang, Budha Sinta /Pagerwesi, Wrespati Taulu, Sukra Pujut, Saniscara Medangsia “Kala Ngruda” tidak baik untuk memulai suatu pekerjaan Soma Umanis Sungsang, Soma Paing Menail, Redite Pon Dukut "Sampar Wangke" Soma Aryang Pengaruh Hari Senggama menurut hari Menstruasi bila persetubuhan dilakukan setelah masa mentruasi, antara lain:

  • Senggama pada hari ke 4-5, lahir anak yang pendek
  • Pada hari ke 6, lahir anak yang bodoh
  • Pada hari ke 7, lahir anak yang kelak bodoh dan mandul
  • Pada hari ke 8, lahir anak yang sifatnya ingin selalu berkuasa
  • Pada hari ke 9, 10, 12, 14 dan 16, lahir anak yang tabiat dan sifatnya bijaksana serta suci
  • Pada hari ke 11 dan 13, lahir anak yang sifatnya jelek dan bahkan malas sembahyang serta anti agama
  • Pada hari ke 15 dan 17, lahir anak yang kelak banyak keturunan.

Sifat Anak berdasarkan senggama menurut penanggal/pangelong

hubungan suami istri bila dilakukan pada penanggal antara lain:

  • Penanggal yang baik melakukan senggama, hubungan suami istri: penanggal ping 3, baik dilakukan, karena pertemuan manusia
  • Penanggal ping 5, baik sekali, akan menjadi orang yang berprilaku suci
  • Penanggal ping 7, pertemuan hadiah, baik dilakukan senggama, anak yang lahir akan jadi dermawan
  • Penanggal ping 9, baik kesedana, namanya naga maya
  • Penanggal ping 10, baik, namanya sri molek, murah sandang pangan
  • Penanggal ping 11, baik, sri molek, anak dicintai dan berlaku cinta kasih
  • Penanggal ping 13, baik, anak akan selalu berbahagia
  • Pangelong ping 5 dan 11, sangat baik, namanya sri maulekan
  • Penanggal yang dilarang dan dihindari untuk melakukan senggama, hubungan suami istri
  • Penanggal ping 1, pertemuan dewa, baik dilakukan senggama, akan tetapi anak pertama akan meninggal
  • Penanggal ping 2, jelek dilakukan, akan menemukan suatu pertentangan, anak akan suka menentang orang tua
  • Penanggal ping 4, tidak baik, anak yang lahir akan menjadi cacat
  • Penanggal ping 6, baik dilakukan, anak yang dilahirkan menjadi pintar tetapi akan menjadi licik dan jahat
  • Penanggal ping 8, mantu mesatru, anak yang dilahirkan akan selalu bermusuhan dan banyak penderitaan
  • Penanggal ping 12, tidak baik, anak akan menderita dan kesakitan
  • Penanggal ping 14, sangat tidak baik, selalu kesusahan, serba buruk
  • Penanggal ping 15, tidak boleh melakukan hubungan suami-istri. semua pangelong, hindari. Hubungan intim (senggama) Suami Istri dalam Weda Tujuan dari sebuah perkawinan adalah untuk memperoleh anak

Sebab, kelak diharapkan anak menjadi penyelamat keluarga, membebaskan leluhur dari api neraka?

Karena itulah seoran anak disebut putra, artinya dapat membebaskan orang tua, atau leluhur dari pendritaan alias neraka.

Itulah sebabnya kehadiran seorang anak begitu penting bagi keluarga Hindu, khususnya Bali.

Anak atau rare yang dapat membebaskan penderitaan keluarga, menjadi tempat berlindung orang tuanya, dan akhirnya kemudian menjadi penerus keturunan, haruslah anak yang baik, rare yang utama yang di dalam sastra

Kanda Pat Rare disebut sebagai suputra

Hal ini juga terungkap dalam beberapa sastra Hindu sebagai berikut : membuat sebuah telaga untuk umum, itu lebih baik daripada menggali seratus sumur.

Melakukan yadnya, itu lebih tinggi mutunya, daripada membuat seratus telaga.

Mempunyai seorang putra, itu lebih berguna daripada melakukan seratus yadnya, asalkan putra utama alias suputra.

Niti Sastra menyebutkan :

“Sang Hyang Candra teranggana pinaka dipa memadangi rikala ning wangi.

Sang Hyang Surya sedeng prabhasa maka di pamemadangi ri bhumi mandala.

Widya sastra sudharma dipa ri kanang tri bhuwana sumene prahaswara.

Yening putra, suputra sadhu gunawan memadangi kula wandhu wandhawa”.

Artinya : “Bulan dan bintang sebagai pelita yang menerangi di waktu malam.

Matahari yang sedang terbit sebagai pelita menerangi seluruh wilayah Bumi.

Ilmu pengetahuan, sastra utama sebagai pelita menerangi ketiga dunia dengan sempurna.

Kalau di kalangan putra (anak) maka anak yang utama (suputra) menerangi seluruh keluarga”.

Demikian pula di dalam lontar Putra Sasana dinyatakan :

“Mapa palaning suputra, pari purna dharmayukti, subhageng rat susilanya, ambek santa sedu budi, kinasihaning nasemi, pada ngakwa sanak tuhu, sami tresna sih umulat, apan wus piana ageng widhi, yan suputra unggul ring sameng.tumitah”

Artinya :

“Bagaimanakah pahala seorang suputra yang sempurna dan berbuat dharma, termasyur susila dan bagus, hatinya damai dan berbudi mulia, setiap orang mengasihinya, semua mengaku keluarga, semua jatuh hati melihatnya, oleh karena

Tuhan telah memastikan bahwa, orang-orang yang suputra unggul di antara semua mahluk”.

Untuk menciptakan atau mendapatkan anak atau rare yang suputra, amat tergantung kepada upaya-upaya yang anda lakukan.

Ada tata karma senggama yang harus anda jalani.

Seperti contoh kasus berikut ini, dikutipkan dari epos Ramayana dan Mahabharata.

Dalam Ramayana: Prabu Dasarata betul-betul mengadakan persiapan matang sebelum “membuat” anak. Atau sebelum senggama alias bersetubuh dengan istrinya.

Jadi, sebelum Dasarata melakukan “pertemuan” dengan istrinya, beliau dan istri terlebih dahulu elakukan upacara persembahyangan. Karena motivasi beliau bersenggama dengan istrinya, adalah untuk mendapatkan anak yang suputra, bukan untuk pemuasan birahi atau nafsu semata.

Karena tujuannya untuk mendapatkan anak yang suputra alias anak yang utama, maka beliau melakukan tata karma senggama, menurut anjuran para Maha Rsi, maka begitu pula yang beliau peroleh. Empat anak dari tiga istrinya di memiliki kualitas tinggi. Bahkan anak tertua, yaitu Rama tak lain adalah titisan Dewa Wisnu.

Tentu tak mudah menghadirkan “Wisnu” dalam keluarga, atau tentu tak mudah usaha yang dilakukan, sehingga dipercaya sebagai ayah Dewa Wisnu. Jika Wisnu ibarat magnit, maka beliau tentu hanya mau mendekati logam yang bersih tak berkarat. Dasarata salah satu contoh manusia yang bersih dalam arti seluas-luasnya. Contoh lain, kita bisa melihat pada kasus kelahiran Rahwana dan adik-adiknya. Wisrawa, seorang bhagawan sakti mandraguna, ketika melakukan senggama dengan Dewi Sukesi, adalah semata-mata karena dorongan nafsu birahi belaka. Mereka bukanlah suami-istri, karena kedatangan bhagawan sebenarnya adalah untuk melamar Dewi Sukesi, atas perintah atau permintaan anaknya Prabu Danapati. Tapi, malah dikawin sendiri.

Akibat perkawinan itu, lahirlah Rahwana, Suparnaka, Kumbakarna dan Wibisana.

Menurut cerita, hanya Wibisana lahir dari “prosedur” perkawinan yang benar, artinya sah secara filosofis, sosiologis dan yuridis.

Karena ketika akan mengadakan “pertemuan” terakhir itu, sang bhagawan dan sukesi baru sdar, bahwa perbuatannya yang terdahulu sungguh tidak terpuji, tidak layak dilakukan oleh seorang bhagawan.

Mereka baru menyadari, bahwa hanya sepasang suami-istri yang sah, yang bias melakukan hubungan intim begini. Karena dilandasi oleh kesadaran dan budi luhur, maka lahirlah Wibisana, manusia bijaksana dan berbudi luhur. Begitu pula dengan kelahiran Pandawa dan Korawa.

Dewi Gandari yang menjadi ibu Korawa, diliputi perasaan penuh ambisi kekuasaan ketika bersenggama dengan suaminya.

Gandari ingin punya anak banyak, karena ia berpikir dengan jumlah yang banyak pasti akan kuat.

Dengan demikian, harapan Gandari, Kerajaan Astina, yang merupakan kerajaan adikuasa, akan tetap di pegang oleh anaknya. Harapan Gandari terpenuhi, ia punya anak 100 orang, sehingga sering disebut seratus Korawa. Yang menarik adalah kasus Kunti. Kunti, Istri pandu ini, oleh seorang resi sakti, diberikan kekuatan kesaktian untuk memanggil Dewa.

Maka, ketika ia ingin anak yang bijaksana, teguh memegang dharma, ia memohon kepada Bhatara Dharma.

Ketika ingin anaknya yang teguh fisiknya, teguh juga pendiriannya, ia mohon kepada Bhatara Bayu.

Begitu pula ia mohon kepada Bhatara Indra, agar dianugrahi anak yang sakti mandraguna, ahli dalam ilmu perang, maka lahirlah Arjuna. Bahkan Kunti pun bias memanggil Dewa untuk kepentingan Madri, istri Pandu yang lain.

Madri pun melahirkan anak kembar, Nakula dan Sahadewa, karena Kunti memohon kepada Bhatara Aswin yang juga kembar.

Dalam kenyataan hidup di masyarakat, kita sering melihat banyak anak lahir tanpa tata karma perkawinan yang benar.

Di Amerika Serikat, pernah ada hasil penelitian, bahwa anak yang lahir dari hasil perkosaan sangat potensial untuk menjadi penjahat.

Seperti disadari, anak yang lahir dari perkosaan tentu anak yang tidak diharapkan.

Yang diperkosa maupun yang dipemperkosa, tentu tidak memiliki rencana dan persiapan untuk “membuat” anak.

Yang diperkosa tentu memberontak penuh dendam.

Begitu pula, yang memperkosa akan berjuang penuh nafsu untuk melampiaskan nafsu bejatnya.

Maka, hasilnya tentulah seorang anak yang dipenuhi sifat-sifat dendam dan penuh nafsu.

Bahkan setelah menikah secara sah, persenggamaan itupun tidaklah dapat dilakukan sebebasnya.

Oleh karena, pada saat-saat tertentu, masih terdapat larangan-larangan untuk melakukan persenggamaan.

Maka dari itu, bagi suami istri perlu memperhatikan sikapnya masing-masing, agar tidak mempunyai pengaruh yang tidak baik.

Menurut pandangan agama Hindu di Bali, bahwa sesungguhnya sang penganten itu, masih dikatakan mempunyai sifat-sifat wyawahara (pertentangan-pertentangan).

Wyawaraha inilah yang meresapi badan dan jiwa pengantin, yang menyebabkan mereka menjadi leteh (cemar)dan cuntaka (cacat).

Agar cemar cuntaka tersebut hilang, maka pegantin itu perlu diupacarai prayas cita (disucikan), dan disertai dengan pengupakara (sesajen) yang disebut mawidhi-widhana mesakapan byakala nganten.

Penyucian diri sang penganti itu sangat perlu, untuk menghapus cemer dan cuntaka yang ada pada diri mereka.

Dengan demikian, anak yang diperolehnya nanti itupun akan terlepas dari kecemaran dan kecatatan.

Didalam lontar Anggastyaprana disebutkan bahwa kalau “pertemuan” (persenggamaan) tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan, maka tiada bedanya bagaikan pertemuan atau perkawinan binatang kidang atau menjangan.

Selanjutnya disebutkan pula, kalau sang istri sedang tidak suka untuk digauli, hendaknya jangan dipaksa atau diperkosa, jangan mencaci-maki dan lain-lain.

Begitu pula pada saat si istri sebel ring dewek (menstruasi) jangan diajak bersenggama.

Kalau dipaksa, maka persenggamaan itu leteh dan cuntaka. Seandainya itu terjadi, dan kebetulan menghasilkan pembuahan, maka anak yang lahir, akan membawa bermacam-macam penyakit, nakal dan angkuh terhadap ibu bapaknya, sangat menyusahkan orang tuanya. Akibat lainnya adalah sang istri sering mengalami keguguran. Proses Reproduksi yang baik dan terkendali

Dalam proses reproduksi atau pembuatan anak perlu diperhatikan waktu yang dibenarkan dan yang dilarang oleh ajaran agama Hindu atau yang pas untukmewujudkan keinginan punya anak laki atau perempuan.

Posisi tubuh atau gaya bermain kedangkalan penting diperhatikan terutama untuk pasangan yang mengalami kesulitan punya anak.

Namun sejauh itu Weda belum mengatur

Memahami waktu yang dilarang dan dibenarkan sangat diperlkan bila ingin mendapatkan anak suputra sadhu gunawan, karena lontar Pameda smara menyatakan sebagai berikut:

"Yan asanggama ring istri wenang pilihan rahinane sane kinucapayu, riwekasan yan adue anak lanang istri pahalanya dirgayusa tur saidep warah yukti,tan angambekaken dursile, tan langgana, tuhu ring karya, bhakti ring guru.

Mangkana kapanggih de sang aniti brata yukti" Artinya:

bila meggauli istri pada hari yang baik, maka bilananti punya anak akan diperoleh anak yang panjang umur, penurut, tidak nakal, tekun bekerja, hormat pada guru atau orang tua.

Itulah yang didapat oleh orang yang mampu mengendalikan diri dalam menggauli istrinya.

Dibandingkan dengan Kitab suci Sarasamuccaya dan Pamedasamara, Veda Smrti tidak banyak menetapkan hari – hari terlarang.

Misalnya; Dalam Weda Smrti III.

45-47 hanya menetapkan larangan menggauli istri pada saat menstruasi yang lamanya lebih kurang empat hari dan purwani yaitu sehari sebelum purnama atau sehari sebelum tilem.

Khusus untuk kaum brahmana, agar tetap terjaga kesuciannya dilarang menggauli istri pada bulan purnama (poornima) dan pada hari pertama, kedelapan dan keempat belas setelah bulan mati ( tilem/amavasya).

Demikian dalam Weda Smrti IV. 128. Rtu kalabhigamisyat swadaraniratah sada, parwawarjam wrajeccainam tad wrato rati kamyaya (Manawa Dharmasastra III.45) artinya: hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan kelamin pada hari apasaja kecuali parwani. Rtu swabhawikah strinam ratrayah sodasa smrtah, caturbhiritaraih sardhanam ahobhih adwigarhitaih (Manawa Dharmasastra III.46) artinya:

enam belas hari dan malam setiap bulannya termasuk empat hari yang berbeda-beda dari yang lainnya dan yang tercela orang yang budiman dinamakan waktu-waktu yang wajar bagi wanita.

Nasamadyasca tasrastu ninditai kadasi ca ya, trayodasi ca sesastu prasasta dasa ratrayah (Manawa Dharmasastra III.47) artinya:

tetapi diantara hari-hari itu sampai hari ke empat, hari ke 11, hari ke 13, dinyatakan terlarang dan hari-hari lainnya dianjurkan.

Amawasyamastamim ca paurnamasim caturdasim brahmacari bhawennityam apyritau snatako dwijah (Manawa Dharmasastra IV.128) artinya:

seorang brahmana dan juga snataka hendaknya tetap suci pada saat-saat sebagai pada waktu malam pertama terang bulan, pada malam bulan purnama dan sehari sebelum purnama, walaupun saatnya baik untuk bersenggama.

Didalam Veda ada dinyatakan

…O suami yang bodoh, yang penuh kejantanan, saya melarang engkau melakukan senggama pada waktu subuh dan waktu matahari memancarkan sinarnya”.

Bersenggama hanya dibenarkan pada malam hari.

Mengacu pada Bhagavata Purana 3.14.23 yang mengisahkan kehamilan Dhiti, hubungan badan yang paling ideal dapat dilakukan 3 jam setelah matahari tenggelam atau 3 jam sebelum matahari terbit dan hindari waktu-waktu saat tengah malam.

Karena dikatakan waktu-waktu yang tidak tepat seperti sandya dan tengah malam adalah waktu dimana mahluk-mahluk dan roh-roh jahat sedang berkeliaran dan saling berebut untuk mendapatkan kesempatan terlahir kembali.

Veda menegaskan bahwa proses masuknya atman (jiva) kedalam kandungan terjadi pada saat pembuahan sel telur oleh sperma, sehingga jika terjadi pada saat yang tidak tepat seperti ini dikhawatirkan yang akan menjelma adalah jiva-jiva yang berasal dari mahluk-mahluk yang bertabiat jahat.

Disamping faktor waktu, faktor lokasi berhubungan badan juga sangatlah menentukan, sehingga dianjurkan untuk melakukan hubungan badan di tempat yang bersih, menyenangkan dan nyaman di rumah.

Hubungan badan sama sekali tidak boleh dilakukan di tempat-tempat suci seperti tempat ziarah suci (tirthas), pura, kuil atau mandir.

Juga tidak dibenarkan melakukan hubungan badan di tempat-tempat angker, seperti tempat pembakaran mayat/kuburan, ashrama seorang guru, di rumah seorang Vaisnava, dibawah pohon suci seperti beringin, mangga, nim, bodi dan lain-lainnya, di Gosala (kandang sapi), di hutan dan juga di dalam air (Subudhi, narayanasmrti, 2010).

Waktu-waktu sakral yang wajib dihindari bersenggama adalah purnama, bulan mati, prawani/sehari sebelum purnama dan bulan mati, hari-hari besar keagamaan atau hari suci, hari paruh gelap ke delapan.

Kitab Sarasamuccaya menegaskan

Hendaknya seorang suami dan istri yang menghendaki hidup langgeng dalam berumah tangga, menghindari untuk melakukan senggama pada bulan mati (tilem), paruh terang dan paruh gelap ke delapan (8), paruh terang

dan paruh gelap ke empat belas/14 (prawani) serta pada bulan purnama” (Sarasamuccaya 255).

Keterangan lontar Sarasamuccaya dipertegas dalam kita Siva Purana, bahwa:

seseorang tidak dibenarkan melakukan hubungan seksual pada saat hari Sivaratri (sehari sebelum bulan mati), dan juga dilarang melakukan pemujaan atau sembahyang kepada Tuhan usai melakukan hubungan seks sebelum mandi, dengan kata lain suami istri wajib hukumnya untuk menyucikan diri (mandi) jika hendak melakukan pemujaan kepada Tuhan setelah melakukan hubungan suami istri".

Dalam kitab Siva Purana terdapat kisah sebagai berikut (hanya ditulis poinnya saja): Rsi Suta berkata:

Ada sebuah peristiwa pada saat Sivaratri ketika semua sedang melakukan puasa, Sudarsana melakukan hubungan seksual dengan istrinya dan kemudian melakukan pemujaan.

Tapi sebelum ia melakukan ibadah, ia tidak mandi. Untuk perbuatan ini Deva Siva marah dan berkata. (Siva Purana, Kotirudra Samhita XIII. 26) Dewa Siva bersabda:

Wahai orang yang tidak memiliki tata krama, kamu melakukan hubungan suami istri pada saat Sivaratri.

Tanpa mandi engkau melakukan pemujaan. Engkau sebenarnya dekat dengan ketikdakbijaksanaan.

Karena engkau telah melakukan ini secara sadar, jadilah orang yang lamban dan tidak sadar.

Anda adalah orang yang tak tersentuh bagi-Ku. Hindari menyentuh-Ku. (Siva Purana, Kotirudra Samhita XIII. 29-30)

Selain itu, dalam berbagai literatur Veda (seperti Siva Purana), demikian juga dalam tradisi, bersanggama juga dilarang pada saat istri sedang menstruasi (kotor kain), seorang istri yang sedang menstruasi tidak dibenarkan

untuk diajak seranjang, bahkan tidak dibenarkan diajak berbicara (hal ini terutama dilakukan oleh orang yang mempelajari spiritual).

Hal ini dijelaskan didalam lontar Agastya Parwa

Tempat brahmahatya yang terpenting pada siang hari adalah pada wanita juga.

Sesungguhnya ia berkurang setiap bulan, brahmahatya pada wanita keluar berbentuk darah itulah yang disebut kotor kain di masyarakat.

Oleh karena itu, orang yang hendak mencapai surga tidak boleh memegang perhiasannya dan makanan apalagi satu tempat tidur dengan wanita yang sedang kotor kain, karena sebenarnya ke luar brahmahatyanya

turut pula mendapat dosa yang diajak berbicara lebih-lebih pula kalau sampai disentuh.

Sungguh-sungguh itu larangan menurut Sang Hyang Agama.

Wanita yang tidak keluar brahmahatyanya disebut kuming di masyarakat.

Tidak diajak serta dalam pergaulan, tidak dibenarkan ikut dalam upacara kematian (tileman) pada Hyang Siwamandala, dan sebagainya, Yajna Sradha.

Dia harus berhenti sebagai pelayan pekerjaan-pekerjaan itu meskipun ikut menyentuh saji.

Maka itu anak yang belum kotor kain dan wanita tua yang tidak kotor kain lagi memegang saji Bhatara sampai saat ini (Agastya Parwa halaman 58).

Orang Bali WAJIB Ketahui hal ini

Note: Sudarsana putra brahmana Dadhici (sloka 20), istri Sudarsana bernama Dukula (sloka 21).

Sudarsana melakukan penebusan dosa dengan metode pemujaan Candi dan syair agung kepada dewi Parvati dengan ketaatan yang luar biasa (sloka 37).

Dewi Parvati berkenan, Sudarsana dijadikan anak angkat (sloka 39), Sudarsana diupacarai ritual penyucian dengan Ghee, diberikan tiga senar suci dengan simpul tunggal dan isntruksi tentang Sivagayatri terdiri dari enam

belas suku kata (sloka 42-43). Kemudian, Sudarsana melakukan pemujaan Samkalpapuja (sloka 44). Ini membuat dewa Siva berkenan (45). Akan tetapi, bila memang tidak ingin mewujudkan keluarga bahagia selamat sekala-niskala, dengan anak-anak yang suputra, maka semua aturan itu tidak berlaku.

Artinya, bersenggama semata-mata untuk kesenangan atau pemuasan nafsu belaka, itu boleh dilakukan kapan saja dimana saja.

Jadi, disamping pengaruh-pengaruh yang diakibatkan oleh kesalahan menghitung hari, dalam menentukan hari perkawinan, maka gerak pikiran, sikap, gaya, maupun sifat-sifatsaat melakukan senggama, juga berpengaruh terhadap bayi.

Kwee Tek Hoay, dalam bukunya penghidupan di Sananya Kubur, menyebutkan bahwa, pada saat menanam bibit (bersenggama) harus betul-betul memperhatikan kebersihan gerak pikirannya, agar supaya roh-roh yang tidak baik jangan sampai

menjelma sebagai anaknya kelak.

Demikian dulu info mengenai hari baik dan buruk dalam melaksanakan “Asenggama / berhubungan intim” hendaknya di patuhi karena ini merupakan berdasarkan perhitungan Wariga – Dewasa.

semoga bermanfaat.