Bagaimanakah tata cara yang benar saat ‘meotonan? Pertanyaan seperti itu sering muncul dari orang tua terutama sang ibu yang akan mengotonin anaknya. Seperti, apa saja bantennya, bagaimana langkah-langkahnya, dan apa saja bantennya? Silakan simak dibawah ini!
Waktu yang baik melaksanakan Otonan jam 6,7,8, malam. Persiapan penggunaan Banten sebenarnya fleksibel, namun beberapa masyarakat menggunakan banten seperti tumpeng lima dan tumpeng telu.Pada banten tumpeng lima berisi banten :
- Pengambean
- Dapetan
- Peras
- Pejati
- Sesayut
- Segehan
Sarana-sarana lain seperti, Bija, Dupa, Toya Anyar, Tirta Pelukatan, dan Tirta Hyang Guru.
Tahapan-tahapan Sebelum memulai, sang ibu wajib ngayab (menghaturkan) banten kehadapan Sang Hyang Atma. sebagai pertanda bahwa inilah hari dimana beliau manumadi (menjelma). Dilanjutkan menghaturkan Segehan ring sor ( bawah ) bale atau tempat anaknya me’oton’.
Memohon kepada Sang Hyang Butha Kala agar prosesi berjalan lancar, terbebas dari mara bahaya. Selanjutnya ritual otonan dapat dimulai. Pertama adalah mesapuh-sapuh, yaitu mengusap telapak kanan anak dengan Buu, dimulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri, diiringi dengan sesontengan ‘Ne cening, jani cening mesapuh-sapuh, apang ilang dakin liman ceninge, apang kedas cening ngisiang urip’ dilanjutkan mengusap dengan toya anyar.
Mesapuh-sapuh bertujuan untuk menghilangkan mala atau leteh pada badan kasar yang bersangkutan. Dilanjutkan dengan masegau atau matepung tawar, yaitu mengusap kedua tangan yang bersangkutan dengan don dapdap. ‘Niki cening, jani cening masegau, suba leh liman ceninge melah-melah ngembel rahayu’.
Selanjutnya yang bersangkutan diberi tirta pelukatan. Maknanya adalah, menyucikan, menetralisir kembali Sang Hyang Atma. Agar jiwa yang bersangkutan senantiasa suci, melah (baik), ngembel (dalam genggaman) dan rahayu (keselamatan).
Dilanjutkan dengan Matetebus. Ambil dua helai benang, pertama diletakan di atas kepala sisanya dililit dipergelangan tangan kanan yang bersangkutan, diiringi sesontengan.
‘’Nah cening-cening ne magelang benang, apang ma uwat kawat ma balung besi.
Setelah itu yang bersangkutan diberi tirta Hyang Guru. Ini memiliki makna agar yang bersangkutan memperoleh kesehatan dan keselamatan lahir batin, selalu diberi perlindungan oleh sang pencipta. Yang terakhir adalah Ngayab Sesayut diputar 3 kali searah jarum jam diiringi sesontengan ‘’Ne cening ngilehang sampan, ngilehang perahu, batu mokocok, tungked bungbungan, teked dipasisi napetang perahu bencah” . Sebagai pengenteg bayu, bermakna untuk memohonkan agar yang bersangkutan tetap pendirian serta berkepribadian stabil (tidak labil) didalam menjalani kehidupannya.
Dari meotonan filosofi yang dapat diperoleh antara lain, diawali Masesapuh, yakni pembersihan badan kasar dari segala leteh atau mala.
Kemudian Matepung tawar/Masegau, sebagai sarana untuk menyucikan kembali jiwa atau Sang Hyang Atma, lalu menghubungkan serta menguatkan kembali badan kasar dengan Sang Hyang Atma melalui benang tebus, dan diakhiri dengan mestabilkan pikiran (Ngayab sesayut pengenteg bayu).
Ada sedikit varian prosesi Otonan di beberapa daerah, Nah Bagaikamana Proses Otonan di Tempat Kamu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar